MENUJU WPR DI DEGEUWO, PANIAI
I.
1.Pengantar
Daerah pendulangan emas adalah sesungguhnya berada di Kampung Nomouwodide,
Distrik Bogobaida, Kab.Paniai, (Sesuai dengan Surat Keterangan Kepala Kampung
Nomouwodide) akibat keserakahan pengusaha dan kroninya, yang dimulai pada akhir
tahun 2002 tepatnya di Tagipige, Kampung Nomouwodide,Distrik Bogobaida, Kabupaten
Paniai wilayah adat Suku Mee dan Suku Wolani, kegiatan ini ini mulai sekitar
bulan Maret 2003 – hingga sekarang.
2. Sejarah
ditemukan Lokasi Emas
Cadangan emas di Lokasi Pendulangan Emas di sepanjang sungai deegeuwo/
kemabu pertama ditemukan oleh salah seorang masyarakat yaitu Yulianus Tagi,
pada saat sedang membuat kebun di halaman rumahnya di Dusun Tagipige, Kampung
Nomouwodide, Bogobaida. Pada saat sedang mencangkul tanah tersebut, tercangkul
juga butiran emas (dia yakin betul karena pernah mendulang juga di Pendulangan Emas di
Topo, Nabire). Setelah itu dia ke Nabire menjual emasnya, sejak saat
itu tersebar kemana-mana bahwa ditemukan lokasi emas, dipinggiran Sungai
Degewo/Kemabu. Peran Sdr. Maksi Adii, Manu Adii (Pemuda asal Suku Mee yang berdarah
campuran Mee-Dani) serta beberapa Pemuda asal suku dani juga tidak bias
terlepas dari sejarah ditemukannya Lokasi Emas ini.
3. Letak
lokasi Emas
Lokasi dan kesampaian
daerah Kali Degeuwo Desa Nomouwasde Distrik Bogobaida Kabupaten Paniai.Batas
Wilayah Administrasi Pemerintahan.Kabupaten Paniai adalah salah satu daerah
pemekaran Kabupaten induk / Paniai lama sekarang Nabire dan berdasarkan Undang
– undang Nomor 25 Tahun 1996 Tentang Pemekaran Kabupaten Paniai dan Nabire, Ibu
kota Kabupaten Paniai adalah Enarotali dengan
batas – batas Administrasi Pemerintahan adalah
~. Sebelah
Utara berbatassan dengan Kabupaten Nabire.
~. Sebelah
Timur berbatasan dengan Intan Jaya.
~. Sebelah
Barat berbatasan dengan Kabupaten Deiyai.
~. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Kabupaten Mimika.
Batas – batas
Administrasi Pemerintahan ini lebih di perkuat dengan terbitnya UU No. 26 Tahun
2002 Tentang batas – batas wilayah Kabupaten se-Profinsi Papua yang di
sesuaikan dengan hasil Pemekaran baru di Profinsi Papua.
Lokasi penambangan emas
yang telah di lakukan sejak tahun 2003 terletak di kawasan hulu dan hilir
sungai degeuwo hulu sungainya terletak di Distrik Sugapa (Kabupaten Intan Jaya)
dan Bogobaida sedangkan hilirnya melewati perbatasan Distrik Siriwo Kabupaten
Nabire.
Konsentrasi penambangan
emas yang di maksud adalah dalam kawasan Distrik Bogobaida di bagian hulu
sampai ke bagian hilir sungai Degeuwo yang secara administrasi Pemerintahan
masuk dalam kawasan wilayah desa Nomouwadide Distrik Bogobaida Kabupaten Paniai.
Aksebilitas dari
Enarotali menuju titik sasaran dapat di jangkau dengan menggunakan angkutan
udara seperti Helikopter dengan memakan waktu sekitar 15 menit, selain dari
pada itu dapat di jangkau dengan jalan kaki selama 2 s/d 3 hari.
Aksesbilitas lain dalam
menjangkau titik sasaran adalah melalui Nabire dengan menggunakan Pesawat
Helikopter selama 30 menit dan selai itu dapat di tempuh dengan menggunakan
angkutan darat ke kilo 100 selanjutnya dengan berjalan kaki selama 4 hari.
Aksesbilitas ke dua ini
paling banyak di pergunakan oleh para pengusaha emas dan para pendulang lokal,
non lokal maupun luar Papua dalam menunjang kegiatan aktifitas pendulangan emas
di wilayah sasaran.
4. Kondisi Lokasi saat ini
Lokasi Pendulangan Emas
Rakyat, berada di daera Wilayah Hukum Pemerintahan Kampung Nomouwodide, Distrik
Bogobaida Kabupaten Paniai Suku-suku yang mendiami sepanjang kalipun terdiri
dari beberapa etnis yang bahasanya
pun berbeda sepanjang sungai dihuni oleh
Suku Mee dan Wolani yang masuk wilayah Pemerintahan Kabupaten Paniai, dan
Ibukota Distriknya : Bogobaida dan
distrik Mbiandoga
Yang membuka keterisolasian masyarakat yaitu : Gereja
Kemah Injil Indonesia. Kini daerah ini telah menjadi terbuka bagi semua suku di
Papua dan suku-suku lain di Indonesia, Lokasi Unta, Dawobaru, Burung, lokasi
88, lokasi Dawo, Lokasi Damai 2,Lokasi Dawo,lokasi usir 58, Amole, Pitibado, Lokasi KDI,
Wopobado, Tagipige, Tayaga I, Tayaga II, Tayaga III, Lokasi Delta, Lokasi Bayabiru, Lokasi Miminibiru, Lokasi
Miminitinggi, 81, Lokasi Fambo, Lokasi Amano, Lokasi 45, Lokasi Ndeotadi 99,
Lokasi kali jernih, Lokasi Wakade, lokasi damai dan lokasi matoa ( di Semua lokasi terdapat masyarakat asli,
pekerja baik anak buah salahsatu bos atau para pendulang biasa dengan jumlah 50
orang – 500 orang, mereka berasal dari Suku Moni, Suku Mee, Suku Wolani,
Sorong, Biak, Bugis, Makasar, Sanger, Manado dan Jawa)
II. ALASAN USULAN
Degeuwo diusulkan sebagai Wilayah Pertambangan
Rakyat, dengan beberapa alasan oleh
masyarakat, antara lain; Munculnya Pengusaha Putra Daerah, Ditemukan oleh
masyarakat, Populasi Penduduk, Relasi Sosial, Rawan Konflik serta Pemerintah
lamban.
1.
Munculnya Pengusaha Putra Daerah
Sejak tahun 2003, lokasi
ini ditemukan oleh masyarakat, perlahan-perlahan telah terjadi transfer
pengetahuan dari saudara-saudara non papua tentang bagaimana cara berdagang,
bagaimana cara mendulang, bagaimana cara membuat pantongan, sehingga telah
menciptakan beberapa pengusaha emas asal papua seperti; Seki Murib, Em Tabuni,
John Kogoya, Doli Kogoya, Maksi Adii, Ibu Martha Asmuruf ada juga yang
mempunyai kios yaitu; Mama Yogi ; ada juga yang bekerja dipantongan sudah
sekitar 20 orang anak asli, ada juga mama-mama papua yang menjual hasil bumi
yaitu di Lokasi 99 dan Bayabiru, ada juga mama-mama papua di nabire yang
mengirim ayam hidup, pinang, dll. Sehingga lokasi pendulangan emas ini telah
memunculkan sebuah peluang bisnis baru bagi masyarakat papua. Degeuwo haruslah
dapat menghasilkan Pengusaha-pengusaha Papua yang bergerak di bidang emas,
sehingga dengan WPR diharapkan mereka bisa menjadi Pimpinan Perusahaan Emas
Skala Kecil, dan juga dengan adanya lokasi emas ini telah dan akan menjadi
sebuah potensi atau peluang bisnis bagi pengusaha papua.
2.
Ditemukan oleh Masyarakat Degeuwo
telah menjadi lokasi yang menarik banyak untuk berminat untuk melakukan investasi,
sejak ditemukan oleh masyarakat pada
tahun 2003 yang lalu dengan pengetahuan alamiahnya, tidak dengan alat
yang canggih untuk melakukan eksplorasi seperti yang dilakukan oleh Perusahaan,
karena masyarakat merasa memiliki tempat tersebut selain sebagai pemilik hak
ulayat juga penemu emas, ada juga lokasi
lain yang ditemukan oleh saudara-saudara Suku Dani, mereka juga merasa sebagai
penemu emas, sehingga hal ini perlu di apresiasi oleh Pemerintah dengan
menjadikan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
3.
Populasi Penduduk Seperti yang telah saya gambarkan di atas
dilokasi-lokasi yang antara lain adalah; Lokasi Unta, Dawobaru, Burung, lokasi 88, lokasi Dawo,
Lokasi Damai 2,Lokasi Dawo,lokasi usir
58, Amole, Pitibado, Lokasi KDI, Wopobado, Tagipige, Tayaga I, Tayaga II,
Tayaga III, Lokasi Delta, Lokasi
Bayabiru, Lokasi Miminibiru, Lokasi Miminitinggi, 81, Lokasi Fambo, Lokasi
Amano, Lokasi 45, Lokasi Ndeotadi 99, Lokasi kali jernih, Lokasi Wakade, lokasi
damai dan lokasi matoa di Semua lokasi terdapat masyarakat asli, pekerja baik
anak buah salahsatu bos atau para pendulang biasa dengan jumlah 50 orang – 500
orang, mereka berasal dari Suku Moni, Suku Mee, Suku Wolani, Sorong, Biak,
Bugis, Makasar, Sanger, Manado dan Jawa; mereka juga telah memberikan Uang
Permisi (Dana untuk membayar pakai tanah
kepada pemilik tanah) sehingga mereka merasa lebih memiliki ketimbang
pengusaha/pedagang/investor yang baru.
4.
Relasi Sosial Relasi sosial juga telah terbangun
dengan baik antara Kepala Suku, masyarakat dengan pedagang dan pengusahaPemilik
tanah, walaupun ada juga yang tidak melakukan dengan baik tetapi secara umum
telah dilakukan dengan kemampuannya; bentuk relasi itu dibangun dengan cara
antara lain adalah;
ΓΌ memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk membangun kios;
ΓΌ memberikan pantongan untuk mengambil
hasil emas dari pantongan tersebut;
ΓΌ Menagih landing fee setiap helikopter landing
ΓΌ Bantuan saat ada kedukaan
ΓΌ Dana bulanan kepada pemilik hak ulayat dan polisi
ΓΌ Bantuan bagi anak sekolah yang mengedarkan sumbangan setelah melapor ke Pos
Polisi
ΓΌ Fasilitas bebas biaya heli bagi pemilik tanah adat dan tokoh masyarakat
Kondisi ini menurut pandangan kami telah terbangun
hubungan sosial yang saling membutuhkan antara mereka seperti kalimat sederhana
yaitu Degeuwo adalah Kebun, dengan kata lain dapat dikatakan hubungan relasi
semua stakeholder di lokasi, seperti Pohon yang tumbuh lama dan akarnya telah
menjalar kemana-mana.
5.
Rawan Konflik Daerah pendulangan
Emas disepanjang Sungai Kemabu/Degeuwo dapat di andaikan Gula yang menarik
semua Semut, untuk berdatangan di daerah ini, kegiatan pendulangan telah ikut
menghadirkan berbagai macam orang dengan berbagai kepentingannya, tetapi yang
lebih menonjol adalah mereka datang untuk mencari penghasilan berupa uang
sebagai pendapatan dari kegiatan usahanya, untuk itu mereka dengan berbagai cara
berusaha antara lain: Pendulangan emas, menambang emas Membuka Kios, Rumah
Makan, menjual hasil bumi yang di tanam dan mendatangkan dari Nabire yang
diangkut dengan helicopter, Membuka bilyard, karoke; Degewo telah menjadi
tempat mencari uang untuk hidup, sehingga jika ada pihak-pihak yang mau menutup
atau menguasai lokasi ini dengan memegang Ijin Usaha Pertambangan maka rawan
terjadi konflik karena, terlalu banyak kepentingan disana, dan jika dikuasai
oleh beberapa pemegang IUP, maka pasti banyak pekerja yang menganggur dan
kemungkinan mereka akan menciptakan konflik, mereka yang dahulu membuka hutan
serta menemukan lokasi emas pasti akan menuntut haknya jika tidak dibayar maka
pasti akan menciptakan konflik, jika dikerjakan oleh pemegang IUP maka mereka
akan buat pagar besi dan betis dengan pemilik hak ulayat, dengan demikian akan
terjadi konflik, sedangkan jika ditutup sama sekali maka akan terjadi konflik
yang lebih besar karena semua stakeholder akan marah dan pasti akan mengamuk;
6.
Pemerintah lamban Pemerintah terkesan lamban dan tidak tegas,
hal itu sangat kelihatan dalam pendulangan emas di paniai, pada hal sudah ada
petunjuk dari Dinas Pertambangan Provinsi Papua, untuk mengusulkan
ditetapkannya Degewo sebagai WPR (Terlampir) ,malah Bupati Nabire yang
mengeluarkan Ijin setelah ada pengaduan
dari masyarakat Siriwo pada tanggal 30 Januari 2005 maka sebagian pengusaha di
Nabire mengurus Surat Ijin Pertambangan Emas (SIPE) (terlampir SIPEnya) dari Dinas Pertambangan Nabire berdasar Perda
Kab.Nabire No.14 Tahun 2003, dengan dasar PERDA Pemda Nabire memberikan kepada para Pengusaha adalah adanya Surat Ijin Pertambangan Emas (SIPE) oleh
Bupati Kabupaten Nabire melalui Dinas Pertambangan yang dikeluarkan pada tahun
2005, tanpa dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dalan Perda yang
dibuatnya serta pengawasan yang tidak ketat Sehingga memang kegiatan ini tidak
diawasi dengan baik, bahkan diduga menjadi rejeki oknum pejabat Distamben
Nabire dan Oknum anggota TNI/POLRI di Nabire; sementara Pemda Paniai baru
mengambil langkah pada tahun 2006 dan dilanjutkan 2008 dengan membuat SITU,
SIUP dan SIPE kepada beberapa pengusaha, dan baru pada tahun 2010 dengan dasar UU 4 Tahun
2009 dan Perda Paniai Nomor 16 Tahun 2009 maka Pemda Paniai dalam tahun 2010
telah mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan kepada:
1)
PT.Madinah
Qurataain
(Perusahaan ini dalam rencana mengerjakan proyek ini bekerjasama dengan
Perusahaan dengan West Wist Australia, dan lokasi yang diklaimnya yaitu sebesar
129.000 ha, sejak 2004 telah ada orang bekerja, dan telah membayar Uang Permisi
kepada pemilik lokasi mereka itu baik orang papua maupun bukan papua bekerja
mendulang emas, berdagang,dll)
2)
CV.Computer (Perusahaan ini bekerja
pada lokasi yang telah diberikan oleh masyarakat, sehingga tidak mengganggu
lokasi tempat orang lain bekerja, dia bekerja sendiri, secara tradisional)
3)
PT.Salomo
Mining Corporation,(Perusahaan
ini dahulu bekerja dengan nama PT. Martha Mining, dan lokasi yang dikerjakan
adalah lokasi yang telah ada ratusan orang disana sejak tahun 2003, yang juga
sudah membayar kepada masyarakat pemilik hak ulayat sehingga dia juga telah mencaplok
wilayahnya orang, dia juga mengklaim telah mengambil satu lokasi juga di daerah
Amano yang tumpang tindih dengan PTMQ, dia juga bekerjasama dengan pengusaha
asal Australia) (Untuk lebih jelasnya kami lampirkan juga peta lokasinya)
Berangkat dari Kasus Bima,dll diharapkan pemerintah juga dapat kembali
meninjau kembali IUP yang diberikan, dan mencabut IUP tersebut, dan menetap
keseluruhan wilayah tersebut sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat, agar dikemudian hari tidak menjadi masalah.
III.
SOLUSI
Berangkat dari alasan dan
kondisi di atas maka, dengan ini kami mengusulkan agar:
a)
Penetapan Degeuwo/Kemabu
Keinginan untuk menetapkan
Degewo/Kemabu sebagai WPR, sudah lamia di usulkan yaitu ELMASME
mengirimkan surat kepada Gubernur Papua, No: 005/ELMASME/VIII/2003 pada
tanggal 18 Agustus 2003, yang isinya memohon menerbitkan SK Pertambangan Rakyat
di Paniai, Melalui Kasubdin Pertambangan Umum Dinas
Pertambangan Provinsi Papua, Gubernur Papua memberikan jawaban, No:540/676
tanggal 23 oktober 2003 perihal: pemberian izin pertambangan rakyat isinya
menegaskan dan mendukung surat Bupati Paniai untuk melarang pihak luar dan
menegaskan bahwa pihak masyarakat dapat menolak kehadiran para
pendulang,pedagang dari luar paniai.
Pada tanggal 5 September 2011 Bupati Paniai, Bp.Naftali
Yogi, S Sos, mengajukan surat, Kepada Gubernur Papua dengan, Nomor:
500/239/SET, Perihal: Permohonan Penetapan WPR (Surat dan Peta Terlampir),
dengan tujuan Kegiatan penambangan yang dilakukan secara tradisional dan hanya diperkenankan
bagi masyarakat adat setempat (bisa juga dengan bekerjasama masyarakat luar dengan membuat perjanjian yang saling
menguntung) untuk meningkatkan taraf hidup mereka sehingga belum diijinkan bagi
pihak luar untuk melakukan kegiatan.
b) Pembinaan
dan Pengawasan jika ditetapkan sebagai sebagai WPR maka
sangat diharapkan agar ada pembinaan dan pengawasan dari pemerintah, tentang
Lingkungan dari BAPEDALDA, tentang teknis Pertambangan dari Dinas Pertambangan,
agar kegiatan dapat berjalan dengan baik, lingkungan tidak rusak serta aman;
Melalui laporan ini kami
menyampaikan, karena kondisi Degeuwo yang sulit dijangkau dengan jalan darat
dalam waktu cepat, jumlah pendulang, pengusaha, pedagang yang banyak serta
telah lama beroperasi; Agar tidak terjadi seperti Kasus Bima, dll maka kami
sangat mengharapkan agar Lokasi Pendulangan Emas Degewo/Kemabu dijadikan
sebagai WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT,
dan mencabut semua IUP yang telah dikeluarkan oleh Bupati Paniai.
Demikian semoga kita dapat hadir
bukan sebagai pembawa malapetaka bagi sesama tetapi sebagai pembawa damai bagi yang lemah di
belantara Papua.
Atas perhatian, kesadaran dan
keputusannya kami ucapkan terima kasih.