Minggu, 27 April 2014

Konspirasi dalam Kelapa Sawit di Nabire





PEMBAHASAN AMDAL PT.SARIWANA ADHI PERKASA
(Konspirasi dan Pelecehan Pemerintah dan Investor Terhadap Hak Adat)
Oleh
JOHN NR GOBAI
(Sekretaris I Dewan Adat Papua/ Ketua Dewan Adat Paniyai)

Pengantar
Nabire dan Paniai adalah daerah yang lahir dari sebuah kandungan yang sama, daerah yang mempunyai satu mata rumah, Nabire tanpa Paniai bukan Nabire dan Paniai tanpa Nabire adalah bukan Paniai, tulisan ini tulisan saya anak NAPAN (Nabire Paniai) bukan orang dari daerah lain, saya juga punya tanggung jawab untuk bicara untuk masalah ini, tanpa niat apapun tetapi lebih karena melihat penderitaan, tangisan saudara saya; dan juga sebagai salahsatu Pimpinan Dewan Adat Papua, hal ini penting saya katakan diawal untuk menangkis sebuah pandangan yang akan menilai bahwa saya tidak berhak bicara atas persoalan ini.
Menurut Tabloit Jubi, Edisi II,  Sekitar tahun 2007, PT JDI yang telah mengantongi izin hingga 2017 tadi, menggandeng PT.Harvest Raya dari Korea untuk membuka kebun Kelapa Sawit di wilayah ini. Saat itu PT.Harvest Raya ditolak masyarakat karena dianggap akan mengancam hutan dan masa depan anak cucu mereka. Tetapi penolakan menyisakan polemik ada marga yang menolak tetapi ada keluarganya yang menerima. Penolakan itu didasarkan oleh karena pengalaman perkebunan kelapa sawit di Arso dan Lereh yang juga belum mensejahterahkan masyarakat.

Pokok Masalah
Dalam situasi ini PT. Nabire Baru dengan menggunakan pendekatan lain kepada masyarakat setempat dan Tokoh-tokoh Masyarakat lain yang mengatasnamakan masyarakat pemilik tanah, puncak dari pendekatan ini dilakukan Doa Bersama untuk membuka lahan lahan perkebunan kelapa sawit, dalam Doa Adat itu disepakati uang gantirugi lahan sebesar Rp.6 Milyar, yang sebelumnya adalah wilayah HPH milik PT.Jati Darma Indah (JDI) yang memperoleh ijin yang berakhir pada tahun 2017
Diduga juga akibat dari pendekatan yang gencar dimainkan oleh beberapa Tokoh Masyarakat Papua di Nabire (bukan pemilik hak ulayat) terhadap pemilik tanah 
Banyak cara dilakukan untuk mendapatkan lahan kelapa sawit ini, antara lain dengan memberikan harapan-harapan akan hidup yang lebih baik, mengadudomba antara masyarakat, juga dengan terror-teror mental, intimidasi dari oknum aparat yang ditempatkan sebagai security didalam perusahaan sehingga pemilik hak ulayat merasa takut dan tidak akan melawan perusahaan dan melakukan pendekatan jalan mengajak minum minuman keras dan pesta pora, akhirnya lahan HPH Jati Dharma Indah telah berubah menjadi lahan kelapa sawit dari PT Nabire Baru seluas 17.000 Hektar dan PT. Sariwana Adhi Perkasa serta pengambilan kayu dari PT.Sariwana Unggul Mandiri.

Perkebunan Tanpa Amdal
Selama satu tahun belakangan ini, tentang persoalan Masyarakat Pribumi Suku Besar Yerisiam, atas exploitasi, pembalakan liar dan proses pembiaran yang dilakukan oleh dua perusahan kelapa sawit PT. Nabire Baru dan PT.Sariwana Adhi Perkasa bersama PT. Sariwana Unggul Mandiri di atas lahan Adat Masyarakat Pribumi Suku Besar Yerisiam sudah sangat memprihatinkan, kayu, rotan dan mahluk hidup yang ada di atas areal tersebut digusur dan mati tanpa ada pertanggungjawaban. Padahal aktivitas perkebunan tersebut sarat dengan persoalan, mulai sengketa pemilik ulayat antara pihak pro dan kontra  perkebunan kelapa sawit, klaim HPH yang belum usai, dan persoalan ijin Amdal dari BABEDALDA Privinsi Papua. Namun kegiatan aktivitas perusahaan terus dilakukan. Penebangan sudah masuk hingga areal-areal keramat, dusun-dusun sagu dan pinggiran pantai. Ribuan pohon kayu putih dan rotan yang memiliki nilai komersial diterlantarkan dan dikuburkan begitu saja. Sedangkan kayu merbau/kayu besi terus menjadi buruan dan incaran kedua perusahan tersebut.
Amdal sebagai payung/pagar untuk menentukan kelayakan aktivitas sebuah areal kerja investasi. Tidak diterbitkan, dengan alasan kedua perusahan telah melakukan aktivitas pembukaan lahan sebelum adanya sosialisasi dan investigasi amdal di areal oleh bapedalda, sehingga kami tegaskan bahwa PT.Nabire Baru dan PT, Sariwana Adhi Perkasa telah melakukan Usaha Perkebunan sebelum adanya Sidang AMDAL dan dokumen AMDAL. Dalam banyak hal masyarakat biasanya meminta agar dibuat MoU dulu barulah ditandatangani AMDAL.

Pembahasan AMDAL yang melecehkan
Dalam Harian Cendrawasih Pos, Edisi Sabtu, 12 April 2014, Hal 10 termuat pengumuman BAPESDALH Papua yang isinya meminta saran dan masukan bagi rencana usaha PT.Sariwana Adhi Perkasa,d/a. Menara Global Lt.16. Jln. Jend.Gatot Subroto, Kav.27. Jakarta, 12950. Tlp.021-52892260,52892259 e.mail edis@goodhope-id.com hal ini merupakan sebuah langkah maju tetapi juga sebuah langkah yang gegabah. Masih segar dalam ingatan kita pada tanggal 3 maret 2014, seorang pemuda dituduh kurir TPN/OPM Korban, Titus Money (22 Th) dan Herman Money sehingga mengalami sebuah kekerasan fisik dari Oknum Anggota Brimob yang melakukan pengamanan di lahan kelapa sawit ini, hal ini sangat penting menjadi pegangan untuk mengambil langkah strategis, mereka masyarakat asli tidak mungkin mereka akan pergi ke tempat lain, daerah orang lain, dikhwatirkan stigma ini akan selalu diberikan kepada oknum-okunum masyarakat suku yerisiam, stigma ini juga dikhawatirkan dijadikan sebagai alasan untuk menjustifikasi kehadiran Brimob dilahan kelapa sawit, yang secara implicit untuk mempercepat proses pengrusakan lingkungan melalui perkebunan kelapa sawit; Pemerintah Papua dan Nabire tidak mungkin dapat melarang aparat disana sehingga hal ini harus menjadi perhatian, AMDAL penting tetapi keselamatan jiwa pemilik hak ulayat jauh lebih penting, PAD penting namun  kompensasi hak masyarakat adat yang kehilangan lahan berburu, tempat keramat, kebun buah-buahan, burung-burung dan perlindungan tempat keramat jauh lebih penting, pejabat pemerintah punya gaji serta tunjangan lainnya tetapi masyarakat yerisiam hanya akan hidup dari tanah, hutan dan laut yang telah dan akan diambil oleh PT. Sariwana Adhi Perkasa, OTSUS Papua yang digembargemborkan pemerintah provinsi papua termasuk BAPESDLH adalah untuk menghormati Hak  Masyarakat Adat bukan hanya melayani kepentingan Investor (PT.Sariwana Adhi Perkasa). Menanggapi pembahasan amdal, dalam sebuah wawancara 12/4, Kepala Suku Besar Yerisiam mengatakan pekerjaan Bapesdalh provinsi papua, sangat semrawut. Diperlukan adanya sebuah itikat baik semua pihak untuk menghargai pemilik hak ulayat masyarakat adat suku yerisiam.

Penutup
Agar tidak terjadi kesalahpahaman antara masyarakat Yerisiam dan Pemda Papua, Pemda Nabire, dan PT.Sariwana Adhi Perkasa serta sesama masyarakat adat maka kami merekomendasikan agar:
1)      Dalam semangat OTSUS Papua, PT.Nabire Baru dan PT.Sariwana Adhi Perkasa  harus mau  membuka perundingan dengan pemilik hak ulayat dalam hal ini Suku Yerisiam dan Suku Mee, untuk membicarakan kompensasi strategis yang
2)      Gubernur Papua, PANGDAM, KAPOLDA Papua, Bupati Nabire, KAPOLRES Nabire agar segera menangguhkan pembahasan dan penandatanganan dokumen AMDAL serta memfasilitasi adanya pertemuan antara perusahaan dengan masyarakat agar dapat dibicarakan tentang kompensasi jangka panjang dan kontinyu yang dapat di tuangkan dalam MoU yang legal;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar