PEMBAHASAN AMDAL PT.SARIWANA
ADHI PERKASA
(Konspirasi dan
Pelecehan Pemerintah dan Investor Terhadap Hak Adat)
Oleh
JOHN NR GOBAI
(Sekretaris I Dewan Adat Papua/ Ketua Dewan Adat
Paniyai)
Pengantar
Nabire
dan Paniai adalah daerah yang lahir dari sebuah kandungan yang sama, daerah
yang mempunyai satu mata rumah, Nabire tanpa Paniai bukan Nabire dan Paniai
tanpa Nabire adalah bukan Paniai, tulisan ini tulisan saya anak NAPAN (Nabire
Paniai) bukan orang dari daerah lain, saya juga punya tanggung jawab untuk
bicara untuk masalah ini, tanpa niat apapun tetapi lebih karena melihat
penderitaan, tangisan saudara saya; dan juga sebagai salahsatu Pimpinan Dewan
Adat Papua, hal ini penting saya katakan diawal untuk menangkis sebuah
pandangan yang akan menilai bahwa saya tidak berhak bicara atas persoalan ini.
Menurut
Tabloit Jubi, Edisi II, Sekitar tahun
2007, PT JDI yang telah mengantongi izin hingga 2017 tadi, menggandeng
PT.Harvest Raya dari Korea untuk membuka kebun Kelapa Sawit di wilayah ini.
Saat itu PT.Harvest Raya ditolak masyarakat karena dianggap akan mengancam
hutan dan masa depan anak cucu mereka. Tetapi penolakan menyisakan polemik ada
marga yang menolak tetapi ada keluarganya yang menerima. Penolakan itu
didasarkan oleh karena pengalaman perkebunan kelapa sawit di Arso dan Lereh
yang juga belum mensejahterahkan masyarakat.
Pokok Masalah
Dalam
situasi ini PT. Nabire Baru dengan menggunakan pendekatan lain kepada
masyarakat setempat dan Tokoh-tokoh Masyarakat lain yang mengatasnamakan
masyarakat pemilik tanah, puncak dari pendekatan ini dilakukan Doa Bersama
untuk membuka lahan lahan perkebunan kelapa sawit, dalam Doa Adat itu
disepakati uang gantirugi lahan sebesar Rp.6 Milyar, yang sebelumnya adalah
wilayah HPH milik PT.Jati Darma Indah (JDI) yang memperoleh ijin yang berakhir
pada tahun 2017
Diduga
juga akibat dari pendekatan yang gencar dimainkan oleh beberapa Tokoh
Masyarakat Papua di Nabire (bukan pemilik hak ulayat) terhadap pemilik
tanah
Banyak
cara dilakukan untuk mendapatkan lahan kelapa sawit ini, antara lain dengan
memberikan harapan-harapan akan hidup yang lebih baik, mengadudomba antara
masyarakat, juga dengan terror-teror mental, intimidasi dari oknum aparat yang
ditempatkan sebagai security didalam perusahaan sehingga pemilik hak ulayat merasa
takut dan tidak akan melawan perusahaan dan melakukan pendekatan jalan mengajak
minum minuman keras dan pesta pora, akhirnya lahan HPH Jati Dharma Indah telah
berubah menjadi lahan kelapa sawit dari PT Nabire Baru seluas 17.000 Hektar dan
PT. Sariwana Adhi Perkasa serta pengambilan kayu dari PT.Sariwana Unggul
Mandiri.
Perkebunan Tanpa
Amdal
Selama
satu tahun belakangan ini, tentang persoalan Masyarakat Pribumi Suku Besar
Yerisiam, atas exploitasi, pembalakan liar dan proses pembiaran yang dilakukan oleh
dua perusahan kelapa sawit PT. Nabire Baru dan PT.Sariwana Adhi Perkasa bersama
PT. Sariwana Unggul Mandiri di atas lahan Adat Masyarakat Pribumi Suku Besar Yerisiam
sudah sangat memprihatinkan, kayu, rotan dan mahluk hidup yang ada di atas areal
tersebut digusur dan mati tanpa ada pertanggungjawaban. Padahal aktivitas
perkebunan tersebut sarat dengan persoalan, mulai sengketa pemilik ulayat
antara pihak pro dan kontra perkebunan
kelapa sawit, klaim HPH yang belum usai, dan persoalan ijin Amdal dari BABEDALDA
Privinsi Papua. Namun kegiatan aktivitas perusahaan terus dilakukan. Penebangan
sudah masuk hingga areal-areal keramat, dusun-dusun sagu dan pinggiran pantai.
Ribuan pohon kayu putih dan rotan yang memiliki nilai komersial diterlantarkan
dan dikuburkan begitu saja. Sedangkan kayu merbau/kayu besi terus menjadi
buruan dan incaran kedua perusahan tersebut.
Amdal
sebagai payung/pagar untuk menentukan kelayakan aktivitas sebuah areal kerja
investasi. Tidak diterbitkan, dengan alasan kedua perusahan telah melakukan
aktivitas pembukaan lahan sebelum adanya sosialisasi dan investigasi amdal di
areal oleh bapedalda, sehingga kami tegaskan bahwa PT.Nabire Baru dan PT,
Sariwana Adhi Perkasa telah melakukan Usaha Perkebunan sebelum adanya Sidang
AMDAL dan dokumen AMDAL. Dalam banyak hal masyarakat biasanya meminta agar
dibuat MoU dulu barulah ditandatangani AMDAL.
Pembahasan AMDAL
yang melecehkan
Dalam
Harian Cendrawasih Pos, Edisi Sabtu, 12 April 2014, Hal 10 termuat pengumuman
BAPESDALH Papua yang isinya meminta saran dan masukan bagi rencana usaha
PT.Sariwana Adhi Perkasa,d/a. Menara Global Lt.16. Jln. Jend.Gatot Subroto,
Kav.27. Jakarta, 12950. Tlp.021-52892260,52892259 e.mail edis@goodhope-id.com
hal ini merupakan sebuah langkah maju tetapi juga sebuah langkah yang gegabah.
Masih segar dalam ingatan kita pada tanggal 3 maret 2014, seorang pemuda
dituduh kurir TPN/OPM Korban, Titus Money (22 Th) dan Herman Money sehingga
mengalami sebuah kekerasan fisik dari Oknum Anggota Brimob yang melakukan
pengamanan di lahan kelapa sawit ini, hal ini sangat penting menjadi pegangan
untuk mengambil langkah strategis, mereka masyarakat asli tidak mungkin mereka
akan pergi ke tempat lain, daerah orang lain, dikhwatirkan stigma ini akan
selalu diberikan kepada oknum-okunum masyarakat suku yerisiam, stigma ini juga
dikhawatirkan dijadikan sebagai alasan untuk menjustifikasi kehadiran Brimob
dilahan kelapa sawit, yang secara implicit untuk mempercepat proses pengrusakan
lingkungan melalui perkebunan kelapa sawit; Pemerintah Papua dan Nabire tidak
mungkin dapat melarang aparat disana sehingga hal ini harus menjadi perhatian,
AMDAL penting tetapi keselamatan jiwa pemilik hak ulayat jauh lebih penting,
PAD penting namun kompensasi hak
masyarakat adat yang kehilangan lahan berburu, tempat keramat, kebun
buah-buahan, burung-burung dan perlindungan tempat keramat jauh lebih penting,
pejabat pemerintah punya gaji serta tunjangan lainnya tetapi masyarakat
yerisiam hanya akan hidup dari tanah, hutan dan laut yang telah dan akan diambil
oleh PT. Sariwana Adhi Perkasa, OTSUS Papua yang digembargemborkan pemerintah
provinsi papua termasuk BAPESDLH adalah untuk menghormati Hak Masyarakat Adat bukan hanya melayani
kepentingan Investor (PT.Sariwana Adhi Perkasa). Menanggapi pembahasan amdal,
dalam sebuah wawancara 12/4, Kepala Suku Besar Yerisiam mengatakan pekerjaan
Bapesdalh provinsi papua, sangat semrawut. Diperlukan adanya sebuah itikat baik
semua pihak untuk menghargai pemilik hak ulayat masyarakat adat suku yerisiam.
Penutup
Agar
tidak terjadi kesalahpahaman antara masyarakat Yerisiam dan Pemda Papua, Pemda
Nabire, dan PT.Sariwana Adhi Perkasa serta sesama masyarakat adat maka kami
merekomendasikan agar:
1) Dalam semangat OTSUS
Papua, PT.Nabire Baru dan PT.Sariwana Adhi Perkasa harus mau membuka perundingan dengan pemilik hak ulayat
dalam hal ini Suku Yerisiam dan Suku Mee, untuk membicarakan kompensasi strategis
yang
2) Gubernur Papua,
PANGDAM, KAPOLDA Papua, Bupati Nabire, KAPOLRES Nabire agar segera menangguhkan
pembahasan dan penandatanganan dokumen AMDAL serta memfasilitasi adanya
pertemuan antara perusahaan dengan masyarakat agar dapat dibicarakan tentang
kompensasi jangka panjang dan kontinyu yang dapat di tuangkan dalam MoU yang
legal;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar