PILKADA DALAM ADAT
Dalam kehidupan lalu masyarakat mempunyai pemimpin
yang dikenal dengan nama Tonowi atau Sonowi, mereka muncul orang yang menduduki strata
sosial paling atas itu biasanya disebut sebagai pemimpin. Mereka memperoleh
status Tonowi (dalam Suku Mee), Sonowi (dalam Suku Moni), Disebut Tonowi,Sonowi
karena memiliki kekayaan yang berlimpah dan relasi sosial yang dibangun juga
cukup luas. Kemudian seseorang disebut Tonowi atau Sonowi, bukan karena hanya
memiliki kekayaan namun yang lebih penting juga adalah bijaksana dalam
memutuskan perkara. Misalnya pengambilan keputusan atas persoalan anak
kandungnya, apabila ia membela matian-matian
anaknya telah terbukti bersalah
berarti ia bukan Tonowi atau Sonowi Jadi pengambilan keputusan tertinggi berada
pada seorang pemimpin yang bijaksana dalam menilai persoalan. Seorang Tonowi
atau Sonowi itu adalah seorang yang mampu membedakan antara yang baik dan
buruk, bernilai dan tidak bernilai, yang
menguntungkan dan mana yang merugikan. Itu figur pemimpin dalam konsep
berpikirnya orang wolani, mee dan moni. Jadi dia Tonowi dan Sonowi dalam harta,
berfikir, bersikap, dan berbicara. Salah satu mimpinya orang mee, moni dan
wolani adalah menjadi Tonowi dan Sonowi
baik secara lahiriah maupun rohaniah. Dan Tonowi-Tonowi dan Sonowi inilah yang
biasanya menyelesaikan persoalan termasuk konflik sosial yang timbul di
kalangan mee, moni dan wolani sendiri
maupun ketika berhadapan dengan orang yang berasal dari lain suku, termasuk
para kaum pendatang. Bilamana dalam kehidupan orang moni, mee dan wolani itu
terjadi bentrok misalnya disebabkan oleh
masalah utang piutang, kesalahpahaman, kekeluargaan, perempuan,
kekayaan, dan sebagainya akan diselesaikan oleh orang yang dituakan yaitu orang
yang dapat berpikir secara baik. Di
setiap kampung, marga, dan komunitas selalu ada
orang yang dituakan dengan ciri seperti itu.
Dalam pelaksanaan hidup bernegara disebuah kabupaten, parpol
biasanya hanya menjadi sarana rekruitmen
politik, untuk menentukan dan mengantar atau dengan kata yang sederhana menjadi
perahu bagi para calon kepala daerah, sebuah daerah akan ramai dengan bendera
PARPOL hanya saat PEMILU Legislatif dan PILGUB serta PILBUP, padahal
sesungguhnya parpol sebenarnya juga harus memainkan fungsinya terlebih-lebih
adalah, memberikan pendidikan politik kepada masyarakat serta menjadi sarana
perubahan kebijakan Negara didaerah melalui wakilnya di parlemen. Para kandidat
juga kadangkala memerlukan parpol hanya saat menyongsong PILKADA, setelah itu
mereka sudah tidak ada hubungan, mungkin disebabkan karena adanya politik
dagang partai, sehingga para cabup merasa telah membayar dengan uang kepada
mungkin hanya kepada Ketua dan sekretaris atau kepada Ketua saja atau
sekretaris saja, dengan koordinasi atau tanpa koordinasi dengan pengurus
sehingga tidak ada hutang lagi, yang perlu dibayar lagi kepada para pengurus
partai, lalu pertanyaannya, Bagaimana dengan masyarakat yang memberikan suara
saat PILEG? sehingga partai bisa mempunyai suara dan kursi di Parlemen sehingga
bisa menjadi perahu untuk Calon Kepala Daerah.
PILKADA dilaksanakan bukan mau memilih “tonowi-tonowi
baru” yang menimbun kekayaan sebanyak-banyaknya, melalui cara-cara yang tidak
terpuji, yang hanya membuat program kepada masyarakat tidak jalan secara
maksimal.
PILKADA dilaksanakan untuk memilih pemimpin
yang mau bekerja untuk Paniai, Dogiyai, Deiyai dan Intan Jaya, hal yang penting
dilakukan adalah pendidikan politik kepada masyarakat bukan dengan model “Jual
Beli” hal ini hanya akan membuat masyarakat kita menjadi masyarakat pemalas
yang hanya hidup menggantungkan diri pada orang lain, pada situasi politik
serta pada kebijakan-kebijakan pemerintah.
Dalam
PILKADA ini masyarakat haruslah memilih tonowi/sonowi yang benar-benar tonowi,
tonowi yang sungguh-sungguh bekerja sesuai dengan aturan ada, tonowi
mengutamakan kepentingan umum, tonowi yang tidak melakukan nepotisme, tonowi
selalu berbicara yang baik bukan memfitnah orang, tonowi yang selalu berfikir
yang terbaik untuk banyak orang, tonowi yang bekerja bukan untuk mengejar
pujian, tonowi yang siap bekerja keras bukan hanya berbicara banyak.
PENUTUP
Pilkada adalah pesta untuk memilih pemimpin
daerah yang bekerja untuk rakyat, Pilkada adalah sebuah permainan yang hanya
akan menghasilkan seorang pemenang, Pilkada diikuti orang-orang yang mampu,
orang-orang sudah berpendidikan sehingga sangat diharapkan agar dapat
memberikan pendidikan politik bersama PARPOL kepada masyarakat, siapapun dia
yang terpilih adalah orang yang sudah dipilih oleh Tuhan dan Alam, jangan
diperdebatkan, jangan saling membenci, jangan saling berperang.
Akhirnya
dalam adat ada nilai-nilai adat yang baik yaitu saling menghargai (Maa
akatee), dalam adat di tiap kampung ada Pemimpin yaitu Tonowi/Sonowi
yang lahir dan tumbuh karena prestasi hidupnya yang sungguh-sungguh, dengan
strategi hidupnya yang baik bukan dengan tipu-tipu (Puyamana/kigimana), bukan
dengan fitnah (Mee ewegai), bukan dengan mencuri (Omaa), bukan dengan
mengambil haknya orang kecil (rakyat) (dababageka agiyo yamoti).
Jabatan Bupati bukan warisan atau Iyoweta
seperti Maskawin, babi (ekina epawa), sehingga tidak boleh ada kandidat dan
masa pendukungnya,memaksakan kehendaknya, dengan aksi yang berlebihan tetapi
mari kami bersama mengikuti PILKADA dengan adat yang benar benar adat, bukan
adat yang dibuat-buat seperti; berperang, saling berkelahi, memfitnah, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar