Minggu, 27 April 2014

DPRD Papua Menjadi DPRP (Konsep Ideal DPRrP Menurut UU Otsus Papua)





DARI DPRD PAPUA MENJADI DPRP
(Konsep Ideal Badan Legislatif Papua)

OLEH
JOHN NR GOBAI
KETUA DEWAN ADAT DAERAH PANIYAI/
SEKRETARIS II DEWAN ADAT PAPUA

Pengantar
Jika kita jujur DPRP yang ada saat ini, sesungguhnya adalah DPRD Papua, karena sesuai dengan Pasal 6 UU No 21 Tahun 2001,  DPRP terdiri dari anggota yang dipilih dan diangkat, yang diangkat bukan dari partai politik, tetapi kenyataan kursi itu di ambil oleh partai politik, dengan kata lain Kursi OAP baju Partai, sehingga DPRP bisa disebut DPRP jika terdiri dari dua kelompok anggota yaitu anggota yang dipilih dan diangkat, karena itu tulisan ini saya beri judul Dari DPRD Papua Menjadi DPRP

Rujukan14 Kursi DPRP
Putusan MKRI pada tahun 2010 memutuskan memerintahkann dibuatnya PERDASUS tentang pengisian 11 (sebelas) kursi keanggotaan DPRP yang diangkat, saat itu diperintahkan maka Gubernur Provinsi Papua bersama Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua perlu segera membuat Peraturan Daerah Khusus tentang tata cara pengisian anggota DPRP yang di dalamnya memuat, antara lain, ketentuan tentang penambahan 11 (sebelas) anggota DPRP yang diangkat dan berlaku satu kali (einmalig) untuk Periode 2009-2014. Sehingga sebenarnya bisa dilakukan pada masa lalu sehingga anggta DPRP jumlahnya adalah 67 Orang, namun hal itu tidak dilakukan, dengan alasan yang tidak jelas. Untuk periode berikutnya (2014-2019) harus dikembalikan pada ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) UU 21/2001, yaitu dipilih melalui pemilihan umum dan dengan cara diangkat yang tata cara pengangkatannya diatur dengan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus);
Manuver LUKMEN adalah manuver Pimpinan Pemerintahan Papua bukan manuver Ketua Partai Demokrat Papua dan Ketua Partai Golkar Papua, Manuver ini adalah  manuver Gubernur Papua sebagai salahsatu Nahkoda Utama Kapal yang namanya UU OTSUS sebuah kunci utama adalah adanya Raperdasus DPRP yang ditetapkan melalui mekanisme Pengangkatan, manuver ini juga adalah bentuk kesungguhan seorang anak adat/ anak asli papua untuk memberikan ruang bagi orang asli papua dalam rumah politik legislative NKRI, terobosan ini bukti komitmen LUKMEN untuk melaksanakan OTSUS sebagai sebuah regulasi yang perlu ditegakkan pelaksanaannya dalam bingkai NKRI, terobosan ini merupakan cara LUKMEN memberikan kesempatan kepada Orang Asli Papua agar secara maksimal membicarakan kepentingan Orang Asli Papua di panggung politik NKRI.

14 Kursi DPRP Bukan Kursi Pelarian
Saya berharap agar ini bukan kursi pelarian, sehingga yang berhak duduk dalam kursi 14 adalah orang yang bukan menjadi anggota partai politik tertentu atau pernah menjadi Calon Legislatif Pemilu 2014, karena jika ini jadi pelarian maka, gambarannya akan sama saja seperti 11 kursi yang ada sekarang yaitu ada 14 kursi OAP yang diduduki oleh pengurus partai politik nasional, dengan kalimat sederhana Kursi OAP, Baju Partai
Di Papua sampai saat ini penetapan perdasus pun belum dilakukan sehingga dingatkan agar 14 kursi tidak dijadikan pelarian oleh caleg yang gagal dalam pemilu legislative 2014 ini, hal itu diingatkan oleh Wakil Ketua FKMAPB/ Ketua Dewan Adat Paniai, John Gobai “ Jika pelaksanaan pemilihan 14 kursi tidak bersamaan dengan Pileg 9 April mendatang maka ditakutkan kursi tersebut menjadi peluang pelarian bagi mereka yang tidak lolos dalam pemilihan kursi legislative pada 9 april itu, jangan sampai kejadian pada pileg tahun lalu kembali lagi terulang lagi dimana 11 kursi digunakan untuk mereka yang gagal lolos menjadi anggota legislative artinya orang parpol yang masuk dalam 11 kursi tersebut, (Cepos, 5 Maret 2014)
Raperdasus yang menjadi hak inisiatif DPRP mestinya di bahas kembali dengan OAP karena secara implicit hanya untuk kepentingan pelarian bagi caleg yang berasal dari parpol, sehingga substansi dari UU Otsus tidak akan menjadi kenyataan. Sehingga tidak akan ada perbedaan antara semua kursi yang ada di DPRP, dengan kalimat sederhana Kursi OAP, Baju Partai,  hal itu sangat terlihat dalam raperdasus tentang DPRP yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan, dalam pasal 34 huruf huruf j; memiliki komitmen memperjuangkan hak dan kepentingan Orang Asli Papua ( persyaratan yang sangat tidak jelas yang mengkebiri orang lain yang mempunyai pengalaman yang benar bukan memiliki komitmen tetapi memiliki pengalaman selama 5 tahun memperjuangkan atau mendampingi perjauangan hak atau kepentingan OAP. o,yaitu calon harus memiliki pengalaman politik, Pasal 35 Hurf L; Calon harus melampirkan surat keterangan partai atau organisasi politik resmi lainnya. ( Hal ini sangat jelas peluang pelarian bagi calon yang kalah dalam Pileg 2014 untuk menggunakan kursi OAP, sehingga DPRP dan Pemprov secara sistematis melakukan pelanggaran atas konstitusi, sehingga sebaiknya dilakukan perubahan atas raperdasus tersebut jika tidak gubernur mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub)

Penutup
Raperdasus 14 Kursi merupakan suatu keharusan sebagai bentuk Kekhususandalam kerangka, sehingga jangan dipandang dengan pandangan yang miring dll.
Dalam catatan penutup ini saya ingin mengemukakan sebuah gagasan yang perlu dipikirkan semua pihak di Papua, kenyataan di Papua saat ini jumlah kaum migran lebih besar daripada orang asli papua, kenyataan ini perlu di pikirkan secara baik, perlu ada langkah yang tepat, perlu ada kemauan politik untuk melakukan proteksi kepada orang asli, hal ini akan mempengaruhi keputusan politik yang tidak berpihak kepada orang asli. Hal ini Nampak dalam pemilu legislative didaerah yang terbuka seperti Kota Jayapura, Biak, Nabire, Timika,,dll jumlah orang asli akan berkurang, karena itu suku-suku asli akan tersingkir karena itu perlu ada kebijkan pengangkatan legislative bagi suku-suku asli dalam badan legislatif daerah, agar mereka dapat memproteksi kekayaannya melalui keputusan politik daerah. Contoh: Suku Yerisiam di Nabire, Nafri di Kota Jayapura, Suku Komoro dan Amungme di Timika,dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar