Minggu, 13 April 2014

Pusat Pemerintahan Adat di Pegunungan Tengah Papua




EMAWA/NDUNI/NDONE/KUNUME
(Pusat Pengendalian Kehidupan Masyarakat  Adat Pegunungan Papua)

Pengantar
Emawa dan Owaada merupakan hal yang sangat akrab dengan orang Mee          karena itu adalah kekayaannya dan merupakan bagian yang sangat integral dalam hidup orang Mee. Dalam Emawa terdapat Tota Mana danTouye Mana. Dalam kepercayaan orang Mee Touye Mana adalah hal yang diyakini telah pergi ke arah barat,oleh karena keyakinan itu masyarakat dahulu denganmudah menerima Injil yang dibawa oleh Pendeta dan Pastor Barat, karena mereka merasa Pendeta dan Pastor membawa kembali Touye Kapogeiye yang dahulu hilang dari bumi Paniai, dan hasilnya telah kami rasakan hingga sekarang ini.
Saat ini saatnya melalui keyakinan akan kesakralan Emawa dan Owaada kita kembali kepada perpangkalan budaya kita tersebut, sehingga kita dapat memahami semua mulai dari apa yang kita miliki secara budaya tersebut, mulai dari, dan melalui Emawa dan Owaada kita menata diri, menemukan diri dan bangkit berdiri menuju hidup yang lebih baik, beradat, berbudaya dan beriman.

Emawa
Emawa (Bhs Mee/Ekagi); Nduni (Bhs Moni); Ndone (Bhs Wolani); Honai (Bhs Dani); Isorei (Bhs Damal/Amungme); Kince ( Bhs Nduga), Kunume (Bhs Lani) biasanya di kenal sebagai Rumah Laki-laki. Dalam budaya suku-suku ini tempat ini biasanya digunakan sebagai tempat mereka melakukan Musyawarah, melakukan Praktek Demokrasi dalam usaha mencapai suatu kesepakatan bersama, dalam bahasa Mee/Ekagi dikenal dengan istilah Mana Enaimo Wegai, hal yang serupa juga biasanya dilakukan  oleh suku-suku lain di Pegunungan Papua. Proses musyawarah memang bukan suatu proses singkat sebab semua pihak perlu mengutarakan pendapat-pendapatnya sebagai alternative dan tambahan maupun sumbangan pemikiran dalam menentukan arah dan wujud dan cara untuk pemecahan masalah sebagai media untuk mencari kebenaran atau pengambilan keputusan. Berdemokrasi atau bermusyawarah dalam Budaya Suku Mee/Moni/Wolani, Dani Nduga dan Damal adalah untuk membantu memancing masukan-masukan pendapat dari anggota masyarakat, dalam Emawa/Nduni/Ndone/Honai/Isorei demokrasi yang mereka anut adalah demokrasi bercirikan “saling mendengarkan atau dengar pendapat”.
Emawa/Nduni/Ndone/Honai/Isorei adalah Tempat Musyawarah atau Tempat Melakukan Praktek Demokrasi dalam bahasa moni di kenal dengan istilah Muna; dalam Bahasa Mee/Ekagi dikenal dengan nama Mana Wegai, ditempat ini segala hal baik hal yang baik maupun tidak baik mereka bicarakan antara lain: Pembicaraan tentang pelestarian nilai-nilai adat, Perkembangan budaya, Marga, kehidupan dalam masyarakat, penyelesaian masalah serta hal-hal lain tentang nilai-nilai yang datang dari berbagai pihak, yang datang kepada Masyarakat Adat. 
Emawa/Nduni/Ndone/Honai/Isorei juga mereka jadikan sebagai Tempat Pendidikan, bagi Generasi-generasi Muda/Anak-anak mengenai nilai-nilai dan norma-norma hidup agar dapat hidup lebih baik,  dalam pendidikan  nilai adat itu juga diajarkan untuk memahami Larangan-larangan dan Perintah-perintah dalam melaksanakan hidupnya, tempat itu juga dijadikan sebagai tempat untuk menceritakan hal-hal tentang sesuatu melalui dongeng-dongeng.
Emawa/Nduni/Ndone/Honai/Isorei juga merupakan Tempat Tuan Rumah (Emawa/Nduni/Ndone/Honai/Isorei untuk Menjamu Tamu dari Emawa/Nduni yang lain,  Kampung yang lain, dari Daerah yang jauh.
Emawa merupkan kekayaan yang haruslah tetap dipertahankan karena ia merupakan sebuah Rumah Kebenaran karena disana terdapat Tota Mana, Maa mana, oleh karena dari dalam Rumah Kebenaran itu akan terpancar Touyemana, Umiiyee mana, oleh karena itu ia sangat akrab dan maerupakan hal yang hakiki/mendasar sehingga sampai kapanpun selama Manusia Mee berada diatas muka bumi ini, ia tidak boleh hilang tetapi harus menjadi bagian yang Integral dalam hidup manusia Mee.
Owaada
Owaada (Bhs Mee) artinya Rumah Sakral, yang adalah dasar hidup masyarakat adat akan kesakralan nilai-nilai,norma-norma tentang hidup; yang ditandai dengan ditanamnya tanaman-tanaman asli atau dikenal dengan istilah Totaiyo (Bhs Mee);, dalam hidup diyakini merupakan makanan yang asli yang telah ada sejak adanya suku-suku di Pegunungan tengah. Tanaman-tanaman itu antara lain tanaman asli itu antara lain; Sayur hitam ,Pisang,Tebu, keladi jenis, sayur lilin merah, bayam merah, Pohon berwarna merah, ubi;
Owaada merupakan dasar hidup manusia Mee karena melalui itu akan ada nilai-nilai tentang hidup yang paling sakral, oleh karena itu Owaada dan diyakini sebagai pusat kehidupan masyarakat, Mee.
Owaada merupakan  Taman Firdausnya orang Mee, karena taman itu merupakan Taman yang diciptakan oleh Maha Pencipta yang dalam bahasa Mee di kenal dengan sebutan UgataMe, sedangkan tanamannya adalah Totaiyo yang dikenal dalam hidup manusia Mee seperti: Eto Pogiye,Nota Kadaga,Muuti ,dll.
Karena Owaada adalah Taman Firdausnya orang Mee maka ia adalah Rumah Sakral bagi Orang Mee
Emawa  dan Owaada
    Keterkaitan antara Emawa/Nduni/Ndone/Isorei/Honai dan Owaada adalah dua hal yang sangat erat karena dalam Emawa terjadi demokrasi dan  proses pendidikan tentang nilai, dan Owaada yang adalah nilai-nilai tentang hidup dan dasar atau pusat kehidupan terdapat di sekitar atau dalam emawa. Sehingga agar nilai-nilai tentang hidup itu dapat bertahan dengan baik atau dilestarikan maka  Emawa haruslah dipertahankan atau dihidupkan kembali supaya nilai-nilai tentang Owaada tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Dalam Emawa haruslah terdapat Owaada sedangkan Owaada haruslah berada dalam Emawa, karena Owaada akan memberikan dasar hidup sehingga Emawa akan semakin kuat.
Emawa adalah Rumah Kebenaran orang Mee dan Owaada adalah Taman Firdausnya orang Mee maka dua hal ini sangat erat hubungannya karena menggambarkan suatu yang merupakan satu kesatuan yang sangat integral, Rumah Kebenaran dan Taman Kebenaran atau Rumah Sakral, sehingga dua hal ini merupakan hal yang sangat mendasar dan merupakan tujuan dan asal.

Relevansi Emawa dan Owaada saat ini
Emawa/Nduni/Ndone/Honai/Isorei adalah Tempat Musyawarah atau Tempat Melakukan Praktek Demokrasi, ditempat ini segala hal baik hal yang baik maupun tidak baik mereka bicarakan antara lain perkembangan marga, kehidupan dalam masyarakat, penyelesaian masalah serta hal-hal lain tentang nilai-nilai yang datang dari berbagai pihak yang datang kepada masyarakat adat.  Oleh karena itu agar pembangunan dapat berjalan dengan baiak maka Emawa haruslah dapat dijadikan sebagai basis Tempat Perencanaan Pembangunan di Kampung, Tempat membicarakan tentang sebuah rencana atau proyek yang akan dilaksanakan oleh pihak-pihak baik swasta social atau profit di kampung atau distrik sehingga terwujud dan nyata pelaksanaan Pembangunan Partisipatif sehingga Masyarakat Adat betul akan menjadi Subyek Aktif dalam Pembangunan. Sejalan dengan itu agar supaya Masyarakat Adat Paniyai menjadi akrab atau merasa tidak terpisahkan dalam hidup dengan Pemerintahan dan Pembangunan di daerahnya,  maka baik juga jika Kampung atau RT di kampung di rubah namanya dengan Emawa/Nduni/Ndone seperti; Nagari yang ada di daerah Padang, Sumatra Barat, sehingga masyarakat merasa memiliki atau merupakan bagian yang integral karena yang ditetapkan adalah nama menurut budayanya sendiri, karena  Emawa/ Nduni/ Ndone merupakan perpangkalannya Masyarakat Adat Paniai. Hal ini merupakan hal yang sangat penting, sehingga akan sangat baik jika Emawa yang pernah ada menurut marga dipakai sebagai dasar Penataan Pemerintahan Kampung, sehingga Pembangunan haruslah dimulai dari perpangkalan atau dari Rumah Adat (Emawa/Nduni).
Dalam Emawa/Nduni/Ndone/Honai/Isorei juga mereka jadikan sebagai Tempat Pendidikan bagi generasi-generasi muda/anak-anak mengenai nilai-nilai dan norma-norma hidup agar dapat hidup lebih baik dalam nilai-nilai itu mereka juga diajarkan untuk memahami larangan-larangan dan perintah-perintah dalam melaksanakan hidupnya    , dengan mengajarkan tentang pelestarian Totaiyo atau tanaman asli sebagai simbol atau identitas dari keaslian masyarakat adat

Penutup
Owaada merupakan Rumah Sakral, Emawa adalah Rumah Kebenaran, jika semua orang, marga membangun Emawa dan Owaadanya dikampungnya ditempat bekas orang tuanya (MeibokaOwaakomo) dan itu semua kalau dibangun oleh semua Kampung, marga dan keluarga, maka akan banyak Taman Firdaus di setiap Kampung karena disanalah akan hadir dan tinggal Ugata Me, Mee Naka, untuk memberkati dan melindungi dan membimbing Manusia Mee dalam menggapai  harapan dan mimpi, jika demikian maka Paniai akan menjadi Taman Firdaus bagi Orang Paniai dan pada suatu waktu akan menjadi Taman Firdaus bagi Papua.
Untuk itu marilah kita membangun Gerakan kembali kepada Rumah Kita (Emawa) dan Kebun kita (Owaada) karena itulah perpangkalan kita, asal kita dan pusat dari hidup kita.
Semoga Gerakan ini menjadi gerakan kita semua.. John NR Gobai (Ketua Dewan Adat Paniai)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar