Jangan banyak kritik dan memfitnah,
bekerjalah
Hal
ini adalah penting untuk dicamkan baik-baik,karena dalam berbagai kesempatan
baik melalui komunikasi, surat kabar, radio, telivisi, website, facebook, dapat
kita jumpai banyak orang berkomentar dan saling menanggapi baik secara lisan
maupun tertulis terhadap suatu masalah, pernyataan,rencana dan keinginan dari
orang atau badan tertentu baik pemerintah dan swasta. banyak orang juga hanya
bisa mengkritik tetapi tidak bisa berbuat apa-apa,kerjakan apa yang bisa anda
kerjakan. Apa artinya Anda jika berarti bagi diri sendiri. Arti hidup yang
hakiki adalah berarti bagi orang lain. Hidup adalah perjuangan, perjuangan
bukan hanya untuk diri sendiri tetapi berarti bagi orang lain.
Lembah Baliem, lembah firdaus
Saya
harus bicara, itulah kesimpulannya,setelah mencermati segala fitmah dan
kritikan, saya John N R Gobai, saya Kelahiran Wamena 24 April 1977. Bapakku,
C.M Gobai sejak tahun 1967 telah datang ke Wamena sebagai seorang pegawai
negeri pada Seksi Perikanan, (kini Dinas Perikanan) Pemerintah Kabupaten
Jayawijaya, Dibumi lembah fidaus ini, saya lahir dalam suasana gejolak 1977,
dalam suasana orang baliem dan penduduk kota wamena, saat itu mendengarkan
bunyian senjata dan bom, saya lahir dari rahim mamaku Maria Mote (Tante dari
Drs.F.X.Mote,Karo Humas dan Protokol Setda Provinsi Papua), mamaku sering bercerita akibat perang itu
banyak korban diantar ke rumah sakit wamena, bahkan ada yang mengakhiri
hidupnya di rumah sakit saat-saat itu, namun ada juga yang telah meninggal
dikampung-kampung di daerah lembah baliem, jika teringat kembali suasana itu
pasti kita bisa membayangkan betapa gentingnya suasana itu, kondisi itu kini
sedang dirasakan oleh anak-anak yang lahir di Negara-negara yang saat ini
sedang berperang. Suasana saat itu membuat banyak orang telah berlari
bersembunyi di gua-gua. masuk hutan berkeliaran disana lalu kembali ke kampung
dan juga ada yang akhirnya bergabung dengan TPN/OPM.
Di
Wamena saya tumbuh dan hidup di rumah orang tua kandungku dan rumah orang tuaku
juga Kel. Bp. M.Takimai (Alm) dan Mama, P. Mote karena bapakku sangat akrab
dengan beliau dan mereka mempunyai hubungan persaudaraan sejati, yang akhirnya
kami menjadi keluarga yang sangat dekat hingga kini. Saya tumbuh bersama kedua
saudara perempuanku dari Bp.Takimai yaitu Eka Takimai dan Herita Takimai (istri
Frans Pigome, Karyawan PTFI), kedua mamaku mempunyai banyak kebun yang dikerjakan
bersama dengan Mama, Yakomina Kayame (Saudara perempuan Drs.Ayub Kayame), kami
mendapatkan lahan tanah dari beberapa Kepala Suku di wamena yaitu Inyale Kosay,
Kilisalok Kosay, Ekiak dan Nele dengan itu kami hidup dengan ubi dan keladi
yang ukurannya besar-besar serta udang dan ikan yang besar-besar dari sungai
baliem. Karena itu sungguh wamena tidak akan pernah hilang dalam ingatanku
serta hidupku,untuk itu tidak kata yang tepat nya terima kasih Baliem dan orang
baliem dilembah ini saya belajar kehidupan, ditempat ini kami belajar arti
kebersamaan, ditempat ini saya belajar arti sebuah persahabatan, ditempat ini
saya belajar tentang memahami kebutuhan orang lain, orang baliem yang saya
kenal tidak pernah membenci orang, dapat menyimpan rahasia, mengerjakan sesuatu
bersama-sama dan memanfaatkan hasil bersama-sama.
Dilembah
ini kami hidup dengan berbagai etnis, baik Suku Lani, Biak, Serui dan
lain-lain, daerah ini dahulu dibangun oleh gereja datangnya gereja membawa guru
dan tukang dari Paniai, Serui, biak sehingga semua orang tua kami ini ikut
membangun kota wamena,, kehidupan orang tua saling membaur, kami hidup tidak
ada perbedaan, baik orang balim maupun non baliem, sehingga yang terbentuk
adalah kebersamaan dan kekompakan. Kondisi ini membuat saya tumbuh dengan
lingkungan yang multikultur di lembah firdaus baliem.
Selamat berkarya bung John....
BalasHapus